Aku Ingin Dicinta Seperti Sarah Mencintai Ibrahim
Saturday, December 25, 2010
1 Komentar
Siapa laki-laki yang paling setia di dunia? Saya pernah diajukan pertanyaan seperti itu oleh seseorang. Tentu saja saya tidak akan menjawab bahwa laki-laki itu adalah saya. Saya tak berani bukan karena saya tak sanggup untuk setia terhadap pasangan saya, melainkan belum ada ujian yang saya lewati tentang hal tersebut.
Kepada si penanya, saya memberinya satu nama, Ibrahim As. Nama yang mengiringi nama Muhammad SAW dalam setiap shalawat yang kita baca, adalah nama jaminan untuk urusan cinta dan kesetiaan.
Ia menikahi Sarah atas pertimbangan dakwah. Sebagai pesuruh Allah tentu saja Ibrahim tak akan mencari seorang pendamping yang akan menyulitkan jalannya meraih cinta Allah, seseorang yang takkan memberatkan langkahnya dalam menapaki setiap jengkal menuju cinta-Nya. Dan atas nama cinta kepada Allah, Ibrahim mendapatkan Sarah, wanita yang kadar cintanya kepada Allah sebanding dengan cinta yang dipunyai Ibrahim.
Ujian, tantangan, cobaan datang bertubi, dan yang terberat adalah ujian kesetiaan dari keduanya untuk menunggu hadirnya sang penerus risalah Allah, seorang abdi yang kelak menggantikan peran dirinya menaruh semua amanah Allah di pundaknya. Hingga usianya yang uzur, sang purnama yang dinanti tak juga hadir. Ini juga ujian dari Allah apakah Ibrahim tetap mencintai-Nya, dan apakah Sarah tetap teguh pada cintanya.
Tak seperti kebanyakan lelaki masa kini yang serta merta memvonis untuk menikah lagi dan bahkan menceraikan isterinya lantaran dianggap tak mampu memberinya keturunan, Ibrahim tak demikian. Bahkan, di tengah kerinduannya yang memuncak akan hadirnya sang purnama penerang jalan Allah sesudahnya nanti, ia mendapatkan tawaran yang tak pernah disangkanya dari sang isteri tercinta. Sarah meminta Ibrahim menikahi Hajar, seorang wanita yang dipilih sendiri oleh Sarah yang diyakini mampu memberikan keturunan.
Apakah Sarah tak lagi mencintai Ibrahim? Jangan salah, cinta Sarah yang hakiki adalah cinta kepada Dzat yang menganugerahkan cinta. Ia yakin apa yang dilakukannya akan membantu suaminya untuk mendapatkan pengembang risalah selanjutnya. Dan Maha Benar Allah yang telah menciptakan wanita semulia Sarah, Maha Kuasa Allah yang telah memilihkan Sarah untuk Ibrahim yang mulia, dan Maha Suci Allah yang telah mengirimkan Hajar di tengah-tengah keluarga yang cintanya kepada Allah takkan pernah tersaingi itu. Maka Allah pun menghadiahi buah cinta itu berupa Ismail.
Selesaikah episode cinta itu? Belum! Ujian cinta kemudian berlanjut kepada Ibunda Hajar, ibu dari bayi kecil Ismail yang harus ditinggalkan sang suami dalam waktu lama untuk sebuah perjalanan dakwah. Ibrahim pun tak kalah berat ujiannya tatkala harus meninggalkan anak yang sudah sekian lama dinanti. Atas nama cinta, Ibrahim menyerahkan keselamatan, keamanan, rezeki dan kelangsungan hidup Hajar dan Ismail di tangan Allah.
Ibunda Hajar berlari menempuh jarak yang teramat jauh antara Shafa dan Marwah untuk mendapatkan air bagi Ismail kecil yang menangis kehausan. Bahkan Allah pun mewajibkan setiap manusia yang pergi ke Baitullah ikut merasakan perjuangan ibunda Hajar, ibu dari manusia yang kelak dikenal sebagai salah satu manusia paling sabar di dunia.
Hingga akhirnya Allah membalaskan cinta Hajar atas perjuangannya melalui hentakan kaki mungil Ismail ke muka bumi berupa sumber air zam-zam yang tak pernah kering hingga kini.
Ibrahim kembali ke keluarga tercintanya, tapi ujian baru pun menanti. Belum cukup hamba Allah itu menghabiskan rindunya kepada anak satu-satunya yang sudah tumbuh menjadi anak yang menyenangkan itu. Belum puas Ibrahim meluapkan cintanya kepada Ismail, Allah mengeluarkan perintah yang teramat berat, perintah yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, perintah yang jika bukan Ibrahim yang menerimanya pastilah dianggap bisikan setan, perintah yang jelas menguji keimanan Ibrahim untuk cenderung ke mana cintanya, Allah ataukah Ismail?
Atas nama cinta, Ibrahim menceritakan perihal perintah Allah itu kepada Ismail. Anak kecil yang digambarkan Al Quran sebagai anak yang baru berusaha berjalan menyusul ayahnya itu ternyata tak sedikit pun ragu atas kebenaran dari mulut ayahnya, si kecil Ismail ikhlas menjalani perintah Allah yang tak secara langsung didengarnya itu, kecuali dari mulut ayahnya. Disinilah, nilai kepercayaan anak begitu tinggi terhadap seorang ayah terlukiskan.
Sejuta setan mengganggu, sejuta iblis menghasut, sejuta jin menggoda, mencoba meruntuhkan cinta Ibrahim, Ismail dan Hajar. Tapi keluarga Ibrahim adalah keluarga dengan tradisi kemenangan untuk setiap ujian, keyakinan dan cintanya yang teramat tinggi kepada Allah yang menjadikan semuanya begitu berbeda. Keluarga Ibrahim, keluarga tangguh yang mampu menghalau semua godaan, hasutan dan gangguan. Mereka melempari setan dengan batu-batu kerikil, yang kemudian Allah mengabadikannya dalam ibadah jumrah. Bismillaahi Allaahu Akbar!
Kepada si penanya, saya memberinya satu nama, Ibrahim As. Nama yang mengiringi nama Muhammad SAW dalam setiap shalawat yang kita baca, adalah nama jaminan untuk urusan cinta dan kesetiaan.
Ia menikahi Sarah atas pertimbangan dakwah. Sebagai pesuruh Allah tentu saja Ibrahim tak akan mencari seorang pendamping yang akan menyulitkan jalannya meraih cinta Allah, seseorang yang takkan memberatkan langkahnya dalam menapaki setiap jengkal menuju cinta-Nya. Dan atas nama cinta kepada Allah, Ibrahim mendapatkan Sarah, wanita yang kadar cintanya kepada Allah sebanding dengan cinta yang dipunyai Ibrahim.
Ujian, tantangan, cobaan datang bertubi, dan yang terberat adalah ujian kesetiaan dari keduanya untuk menunggu hadirnya sang penerus risalah Allah, seorang abdi yang kelak menggantikan peran dirinya menaruh semua amanah Allah di pundaknya. Hingga usianya yang uzur, sang purnama yang dinanti tak juga hadir. Ini juga ujian dari Allah apakah Ibrahim tetap mencintai-Nya, dan apakah Sarah tetap teguh pada cintanya.
Tak seperti kebanyakan lelaki masa kini yang serta merta memvonis untuk menikah lagi dan bahkan menceraikan isterinya lantaran dianggap tak mampu memberinya keturunan, Ibrahim tak demikian. Bahkan, di tengah kerinduannya yang memuncak akan hadirnya sang purnama penerang jalan Allah sesudahnya nanti, ia mendapatkan tawaran yang tak pernah disangkanya dari sang isteri tercinta. Sarah meminta Ibrahim menikahi Hajar, seorang wanita yang dipilih sendiri oleh Sarah yang diyakini mampu memberikan keturunan.
Apakah Sarah tak lagi mencintai Ibrahim? Jangan salah, cinta Sarah yang hakiki adalah cinta kepada Dzat yang menganugerahkan cinta. Ia yakin apa yang dilakukannya akan membantu suaminya untuk mendapatkan pengembang risalah selanjutnya. Dan Maha Benar Allah yang telah menciptakan wanita semulia Sarah, Maha Kuasa Allah yang telah memilihkan Sarah untuk Ibrahim yang mulia, dan Maha Suci Allah yang telah mengirimkan Hajar di tengah-tengah keluarga yang cintanya kepada Allah takkan pernah tersaingi itu. Maka Allah pun menghadiahi buah cinta itu berupa Ismail.
Selesaikah episode cinta itu? Belum! Ujian cinta kemudian berlanjut kepada Ibunda Hajar, ibu dari bayi kecil Ismail yang harus ditinggalkan sang suami dalam waktu lama untuk sebuah perjalanan dakwah. Ibrahim pun tak kalah berat ujiannya tatkala harus meninggalkan anak yang sudah sekian lama dinanti. Atas nama cinta, Ibrahim menyerahkan keselamatan, keamanan, rezeki dan kelangsungan hidup Hajar dan Ismail di tangan Allah.
Ibunda Hajar berlari menempuh jarak yang teramat jauh antara Shafa dan Marwah untuk mendapatkan air bagi Ismail kecil yang menangis kehausan. Bahkan Allah pun mewajibkan setiap manusia yang pergi ke Baitullah ikut merasakan perjuangan ibunda Hajar, ibu dari manusia yang kelak dikenal sebagai salah satu manusia paling sabar di dunia.
Hingga akhirnya Allah membalaskan cinta Hajar atas perjuangannya melalui hentakan kaki mungil Ismail ke muka bumi berupa sumber air zam-zam yang tak pernah kering hingga kini.
Ibrahim kembali ke keluarga tercintanya, tapi ujian baru pun menanti. Belum cukup hamba Allah itu menghabiskan rindunya kepada anak satu-satunya yang sudah tumbuh menjadi anak yang menyenangkan itu. Belum puas Ibrahim meluapkan cintanya kepada Ismail, Allah mengeluarkan perintah yang teramat berat, perintah yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, perintah yang jika bukan Ibrahim yang menerimanya pastilah dianggap bisikan setan, perintah yang jelas menguji keimanan Ibrahim untuk cenderung ke mana cintanya, Allah ataukah Ismail?
Atas nama cinta, Ibrahim menceritakan perihal perintah Allah itu kepada Ismail. Anak kecil yang digambarkan Al Quran sebagai anak yang baru berusaha berjalan menyusul ayahnya itu ternyata tak sedikit pun ragu atas kebenaran dari mulut ayahnya, si kecil Ismail ikhlas menjalani perintah Allah yang tak secara langsung didengarnya itu, kecuali dari mulut ayahnya. Disinilah, nilai kepercayaan anak begitu tinggi terhadap seorang ayah terlukiskan.
Sejuta setan mengganggu, sejuta iblis menghasut, sejuta jin menggoda, mencoba meruntuhkan cinta Ibrahim, Ismail dan Hajar. Tapi keluarga Ibrahim adalah keluarga dengan tradisi kemenangan untuk setiap ujian, keyakinan dan cintanya yang teramat tinggi kepada Allah yang menjadikan semuanya begitu berbeda. Keluarga Ibrahim, keluarga tangguh yang mampu menghalau semua godaan, hasutan dan gangguan. Mereka melempari setan dengan batu-batu kerikil, yang kemudian Allah mengabadikannya dalam ibadah jumrah. Bismillaahi Allaahu Akbar!
minta izin copaste
ReplyDeletedi blog saya
http://www.islamshout.blogspot.com