Muhasabah Seorang "Pedagang"
Tuesday, March 1, 2011
Tambahkan komentar
"Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS Al-Hasyr: 18).
Secara jelas, ayat ini menyuruh setiap mukmin untuk memperhatikan nasibnya di akhirat kelak. Bekal apa yang telah kita siapkan agar selamat di alam yang baru itu?
Allah Swt. menerangkan kata kuncinya, yaitu muhasabah. Makna muhasabah sebagaimana disyari'atkan oleh ayat ini adalah hendaknya setiap kita menghisab diri ketika selesai melakukan suatu pekerjaan, apakah pekerjaan itu untuk mendapatkan ridha Allah atau bukan? Atau apakah amal itu telah diinfiltrasi sifat riya?
Setiap pagi, sebelum melakukan aktifitas, mestinya kita selalu memperbaiki dan meluruskan niat, melaksanakan taat, memenuhi segala kewajiban, dan membebaskan diri dari sifat riya.
Demikian pula sewaktu menjelang tidur, hendaknya kita menyempatkan untuk berkhalwat dengan diri sendiri guna menghisab semua yang telah dilakukan. Bila yang dilakukan itu kebaikan, maka kita patut memanjatkan puji syukur kepada Allah seraya memohon keteguhan dan tambahan kebaikan kepada-Nya. Sebaliknya, bila yang dilakukan bukan kebaikan, maka kita harus beristighfar, bertaubat, serta kembali ke jalan-Nya.
Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khaththab :
"Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukkan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun."
Seorang mukmin ibarat pedagang yang selalu mengontrol modal, keuntungan, dan kerugian, agar dapat diketahui apakah dagangannya itu untung atau rugi. Modal seorang mukmin adalah Islam yang mencakup segala perintah, larangan, tuntutan, dan hukum-hukumnya. Keuntungan akan diperoleh bila kita melakukan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya. Dan kerugian akan didapat bila kita melakukan perbuatan dosa dan maksiat.
Ketika kita selalu memperhatikan modal, memperhitungkan keuntungan dan kerugian, bertobat dikala melakukan kesalahan dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan, Insya Allah kita termasuk orang yang menghisab diri sebelum hari penghisaban, yaitu hari kiamat.
Secara jelas, ayat ini menyuruh setiap mukmin untuk memperhatikan nasibnya di akhirat kelak. Bekal apa yang telah kita siapkan agar selamat di alam yang baru itu?
Allah Swt. menerangkan kata kuncinya, yaitu muhasabah. Makna muhasabah sebagaimana disyari'atkan oleh ayat ini adalah hendaknya setiap kita menghisab diri ketika selesai melakukan suatu pekerjaan, apakah pekerjaan itu untuk mendapatkan ridha Allah atau bukan? Atau apakah amal itu telah diinfiltrasi sifat riya?
Setiap pagi, sebelum melakukan aktifitas, mestinya kita selalu memperbaiki dan meluruskan niat, melaksanakan taat, memenuhi segala kewajiban, dan membebaskan diri dari sifat riya.
Demikian pula sewaktu menjelang tidur, hendaknya kita menyempatkan untuk berkhalwat dengan diri sendiri guna menghisab semua yang telah dilakukan. Bila yang dilakukan itu kebaikan, maka kita patut memanjatkan puji syukur kepada Allah seraya memohon keteguhan dan tambahan kebaikan kepada-Nya. Sebaliknya, bila yang dilakukan bukan kebaikan, maka kita harus beristighfar, bertaubat, serta kembali ke jalan-Nya.
Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khaththab :
"Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukkan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun."
Seorang mukmin ibarat pedagang yang selalu mengontrol modal, keuntungan, dan kerugian, agar dapat diketahui apakah dagangannya itu untung atau rugi. Modal seorang mukmin adalah Islam yang mencakup segala perintah, larangan, tuntutan, dan hukum-hukumnya. Keuntungan akan diperoleh bila kita melakukan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya. Dan kerugian akan didapat bila kita melakukan perbuatan dosa dan maksiat.
Ketika kita selalu memperhatikan modal, memperhitungkan keuntungan dan kerugian, bertobat dikala melakukan kesalahan dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan, Insya Allah kita termasuk orang yang menghisab diri sebelum hari penghisaban, yaitu hari kiamat.
0 Tanggapan untuk "Muhasabah Seorang "Pedagang""
Post a Comment