Pelajaran Dari Negeri Yang Hilang
Tuesday, March 1, 2011
Tambahkan komentar
Tegak rumah karena sendi, Runtuh sendi rumah binasa, Sendi bangsa ialah budi, Runtuh budi runtuhlah bangsa.
Pantun Melayu yang sudah berumur ratusan tahun lalu itu mengingatkan kita akan peran budi pekerti suatu bangsa. Bangkit dan runtuhnya suatu bangsa tercermin dari budi bangsa tersebut. Dalam Al Qur'an banyak dikisahkan bermacam bangsa yang pernah memegang peradaban dan mencapai puncak kejayaan, namun tidak bisa bertahan dan akhirnya runtuh. Lihatlah contoh bangsa A'ad, Tsamud, Romawi, Persia dan lain sebagainya. Bangsa-bangsa ini pernah berjaya, namun karena rusaknya moral individu dan bangsa, runtuh juga kejayaan bangsa-bangsa tersebut.
Negeri-negeri Islam pun pernah mengalamami kejayaan. Sejarah telah mencatat bagaimana negeri-negeri Islam pada masa kekuasaan Bani Umayyah, Bani Abbasyiah, Turki Utsmani telah berabad-abad memegang peradaban dunia. Begitu juga di Nusantara ini dengan puluhan kerajaan Islam. Namun semuanya itu berakhir, karena rusaknya moral (akhlak) pemimpin dan (juga) sebagian rakyatnya.
Runtuhnya negeri-negeri yang disebutkan di atas menjadi tanda bahwa budi pekertilah yang memegang peran dalam kehidupan bernegara. Bila budi di negeri tersebut rusak, rusaklah negeri tersebut. Untuk memperbaiki semua, itulah sebab kenapa Allah SWT mengutus pada tiap-tiap masa seorang Nabi dan Rasul.
Demikian juga halnya dengan Rasul kita Muhammad SAW. "Aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti". Sabdanya itu dengan tegas menjelaskan maksud kedatangannya ke alam dunia ini. Kepadanya diturunkan Tuhan kitab Al Qur'an. Dan tujuan kitab itupun dijelaskan, yaitu membenarkan kandungan dan tujuan dari kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-Rasul sebelumnya. Dijelas dalam Al Qur'an bagaimana Tuhan memberikan tuntunan-Nya kepada manusia, supaya manusia itu mencapai setinggi-tinggi budi dan setinggi-tinggi tujuan hidup, yaitu ketaqwaan kepada Allah SWT.
Sebelum Al Qur'an itu disampaikan kepada orang lain, Rasulullah sendirilah yang terlebih dahulu mengamalkannya. Aisyah yang menyaksikan kehidupan Rasulullah SAW setiap harinya mengatakan, "Akhlak Nabi SAW itu ialah Al-Qur'an". Nabi Saw pun dengan tegas mengatakan, "Tuhan sendiri yang membentuk diriku, maka sangat indahlah bentukan-Nya".
Budi Al Qur'an itulah yang telah menjadikan suatu ummat dan bangsa menjadi besar, yang berkumandang suaranya dibawah kolong langit ini, ke Timur, ke Barat, ke Utara dan ke Selatan, menegakkan suatu negara, dan peradaban yang diakui sebagai rantai emas yang gilang gemilang dalam peradaban manusia. Sehingga Allah SWT berfirman: "Bahwasanya bumi ini akan Kami wariskan kepada hamba Kami yang sudi melakukan amal yang mulia".
Dan siapakan yang memungkiri sejarah bangsa-bangsa yang hilang, baik di Barat atau di Timur, sejak bangsa Yunani dan Romawi kuno sampai kepada kaum Muslimin yang telah mencapai puncak kejayaan? Bagaimana mereka sampai mengalami keruntuhan dan kehancuran? Bukankah setelah budi (moral) mereka merosot jatuh? Inilah Hukum Allah, Sunnatullah yang tidak dapat diubah.
Bangsa Indonesia khususnya dan kaum Muslimim umumnya yang saat ini sangat terpuruk dibawah cengkeraman bangsa barat harus bangkit kembali. Bangunlah kaum muslim kembali, insaflah akan keruntuhan selama ini, kembalilah kepada budi Al Qur'an. Firman Allah SWT: "Ikutilah jalanKu, jangan kamu ikuti jalan yang lain, engkau akan terpecah belah kalau itu juga engkau turutkan".
Itulah tujuan kemanusian yang paling tinggi, tegaknya budi pekerti. Hidup berbudi itulah tujuan kita.
Diribut tunduklah padi, Dicupak Datuk Temenggung, Hidup kalau tidak berbudi, Duduk tegak ke mari canggung.
Pantun Melayu yang sudah berumur ratusan tahun lalu itu mengingatkan kita akan peran budi pekerti suatu bangsa. Bangkit dan runtuhnya suatu bangsa tercermin dari budi bangsa tersebut. Dalam Al Qur'an banyak dikisahkan bermacam bangsa yang pernah memegang peradaban dan mencapai puncak kejayaan, namun tidak bisa bertahan dan akhirnya runtuh. Lihatlah contoh bangsa A'ad, Tsamud, Romawi, Persia dan lain sebagainya. Bangsa-bangsa ini pernah berjaya, namun karena rusaknya moral individu dan bangsa, runtuh juga kejayaan bangsa-bangsa tersebut.
Negeri-negeri Islam pun pernah mengalamami kejayaan. Sejarah telah mencatat bagaimana negeri-negeri Islam pada masa kekuasaan Bani Umayyah, Bani Abbasyiah, Turki Utsmani telah berabad-abad memegang peradaban dunia. Begitu juga di Nusantara ini dengan puluhan kerajaan Islam. Namun semuanya itu berakhir, karena rusaknya moral (akhlak) pemimpin dan (juga) sebagian rakyatnya.
Runtuhnya negeri-negeri yang disebutkan di atas menjadi tanda bahwa budi pekertilah yang memegang peran dalam kehidupan bernegara. Bila budi di negeri tersebut rusak, rusaklah negeri tersebut. Untuk memperbaiki semua, itulah sebab kenapa Allah SWT mengutus pada tiap-tiap masa seorang Nabi dan Rasul.
Demikian juga halnya dengan Rasul kita Muhammad SAW. "Aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti". Sabdanya itu dengan tegas menjelaskan maksud kedatangannya ke alam dunia ini. Kepadanya diturunkan Tuhan kitab Al Qur'an. Dan tujuan kitab itupun dijelaskan, yaitu membenarkan kandungan dan tujuan dari kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-Rasul sebelumnya. Dijelas dalam Al Qur'an bagaimana Tuhan memberikan tuntunan-Nya kepada manusia, supaya manusia itu mencapai setinggi-tinggi budi dan setinggi-tinggi tujuan hidup, yaitu ketaqwaan kepada Allah SWT.
Sebelum Al Qur'an itu disampaikan kepada orang lain, Rasulullah sendirilah yang terlebih dahulu mengamalkannya. Aisyah yang menyaksikan kehidupan Rasulullah SAW setiap harinya mengatakan, "Akhlak Nabi SAW itu ialah Al-Qur'an". Nabi Saw pun dengan tegas mengatakan, "Tuhan sendiri yang membentuk diriku, maka sangat indahlah bentukan-Nya".
Budi Al Qur'an itulah yang telah menjadikan suatu ummat dan bangsa menjadi besar, yang berkumandang suaranya dibawah kolong langit ini, ke Timur, ke Barat, ke Utara dan ke Selatan, menegakkan suatu negara, dan peradaban yang diakui sebagai rantai emas yang gilang gemilang dalam peradaban manusia. Sehingga Allah SWT berfirman: "Bahwasanya bumi ini akan Kami wariskan kepada hamba Kami yang sudi melakukan amal yang mulia".
Dan siapakan yang memungkiri sejarah bangsa-bangsa yang hilang, baik di Barat atau di Timur, sejak bangsa Yunani dan Romawi kuno sampai kepada kaum Muslimin yang telah mencapai puncak kejayaan? Bagaimana mereka sampai mengalami keruntuhan dan kehancuran? Bukankah setelah budi (moral) mereka merosot jatuh? Inilah Hukum Allah, Sunnatullah yang tidak dapat diubah.
Bangsa Indonesia khususnya dan kaum Muslimim umumnya yang saat ini sangat terpuruk dibawah cengkeraman bangsa barat harus bangkit kembali. Bangunlah kaum muslim kembali, insaflah akan keruntuhan selama ini, kembalilah kepada budi Al Qur'an. Firman Allah SWT: "Ikutilah jalanKu, jangan kamu ikuti jalan yang lain, engkau akan terpecah belah kalau itu juga engkau turutkan".
Itulah tujuan kemanusian yang paling tinggi, tegaknya budi pekerti. Hidup berbudi itulah tujuan kita.
Diribut tunduklah padi, Dicupak Datuk Temenggung, Hidup kalau tidak berbudi, Duduk tegak ke mari canggung.
0 Tanggapan untuk "Pelajaran Dari Negeri Yang Hilang"
Post a Comment