Pematung Raja
Tuesday, March 1, 2011
Tambahkan komentar
Suatu ketika hidup seorang pematung. Ia bekerja untuk seorang raja yang wilayah kekuasaannya begitu luas. Hal itu membuat siapapun yang mengenalnya menaruh hormat. Si pematung sudah lama bekerja untuk raja. Tugasnya membuat patung untuk menghiasi taman-taman istana. Karena itulah dia menjadi pematung kepercayaan raja. Banyak raja-raja sahabat mengagumi keindahan pahatan patung-patung yang menghiasi taman istana raja.
Suatu hari sang raja punya rencana besar. Ia ingin membuat patung keluarga dan pembantu-pembantu terbaiknya. Jumlahnya cukup banyak ada 100 buah. Patung keluarga raja akan diletakan ditengah taman istana, sementara patung prajurit dan tamu akan menempati keliling taman. Baginda ingin patung prajurit itu tampak sedang melindunginya.
Si pematung pun bekerja siang malam. Beberapa bulan kemudian tugas itu hampir selesai. Sang raja datang memeriksa.
“Bagus. Bagus sekali,” ujar sang raja. “Sebelum aku lupa, buatlah juga patung dirimu sendiri untuk melengkapi monumen ini.”
Mendengar perintah itu, si pematung kembali bekerja. Setelah bebepa lama, ia pun menyelesaikan patung dirinya. Sayang pahatannya tidak halus, sisi-sisinya kasar.tak dipoles dengan rapi. Ia pikir untuk apa membuat patung yang bagus kalau hanya untuk diletakkan diluar taman. “Patung itu hanya lebih sering terkena hujan dan panas,”. Ucapan dalam hatinya, “pasti akan cepat rusak”.
Waktu yang diminta pun usai. Sang raja datang untuk melihat hasil pekerjaan si pematung. Ia puas. Namun, ada satu hal kecil yang menarik perhatiannya.
“Mengapa patung dirimu tidak sehalus patung diri ku? Padahal, aku ingin sekali meletakan patung dirimu didekat patungku. Kalau ini yang terjadi, tentu aku akan membatalkannya dan menempatkanmu bersama patung prajurit yang lain di depan sana”.
Menyesal dengan perbuatannya, sang pematung hanya bisa pasrah. Terkena panas dan hujan seperti yang harapan yang dimilikinya.
****
Teman, seperti apakah kita menghargai diri sendiri? Seperti apa kita bercermin pada diri kita? Bagaimana kita menempatkan kebanggaan atas diri kita? Ada kalanya kita pesimistis dengan dirinya sendiri. Kita kerap memandang kemulian yang kita miliki. Tapi, maukah kita dimasukan keposisi yang lebih rendah itu?
Saya percaya tak ada yang seorang mengendaki dirinya masuk ke gologan para pesimis. Kita lebih suka menjadi orang yang punya nilai lebih. Sebab, Allah menciptakan kita tidak dengan main-main. Allah menciptak kita sebagai mahluk yang mulia dan sempurna.
Teman, sungguh kita sedang memahat patung kita saat ini. Patung yang seperti apa yang kita buat? Yang kasar atau yang indah dan memancarkan kemulian-Nya? Ketahuilah, patung beniliai mahal yang menjadi hiasan terindah dan bukan patung murah yang layak diletakan ditempat utama.
Jadi, pahatlah dengan halus agar kita bisa ditempatkan ditempat yang terbaik di sisi-Nya. Poleslah setiap sisinya dengan kearifan budi dan kebijakan hati agar memancarkan keindahan, susuri setiap lekuknya dengan kesabaran dan keikhlasan. Pahatan yang kita torehkan saat ini akan menentukan tempat kita diakhirat kelak. Begitulah patung diri anda dengan indah! (SAKSI -edisi no. 8 tahun IV 2002)
Suatu hari sang raja punya rencana besar. Ia ingin membuat patung keluarga dan pembantu-pembantu terbaiknya. Jumlahnya cukup banyak ada 100 buah. Patung keluarga raja akan diletakan ditengah taman istana, sementara patung prajurit dan tamu akan menempati keliling taman. Baginda ingin patung prajurit itu tampak sedang melindunginya.
Si pematung pun bekerja siang malam. Beberapa bulan kemudian tugas itu hampir selesai. Sang raja datang memeriksa.
“Bagus. Bagus sekali,” ujar sang raja. “Sebelum aku lupa, buatlah juga patung dirimu sendiri untuk melengkapi monumen ini.”
Mendengar perintah itu, si pematung kembali bekerja. Setelah bebepa lama, ia pun menyelesaikan patung dirinya. Sayang pahatannya tidak halus, sisi-sisinya kasar.tak dipoles dengan rapi. Ia pikir untuk apa membuat patung yang bagus kalau hanya untuk diletakkan diluar taman. “Patung itu hanya lebih sering terkena hujan dan panas,”. Ucapan dalam hatinya, “pasti akan cepat rusak”.
Waktu yang diminta pun usai. Sang raja datang untuk melihat hasil pekerjaan si pematung. Ia puas. Namun, ada satu hal kecil yang menarik perhatiannya.
“Mengapa patung dirimu tidak sehalus patung diri ku? Padahal, aku ingin sekali meletakan patung dirimu didekat patungku. Kalau ini yang terjadi, tentu aku akan membatalkannya dan menempatkanmu bersama patung prajurit yang lain di depan sana”.
Menyesal dengan perbuatannya, sang pematung hanya bisa pasrah. Terkena panas dan hujan seperti yang harapan yang dimilikinya.
****
Teman, seperti apakah kita menghargai diri sendiri? Seperti apa kita bercermin pada diri kita? Bagaimana kita menempatkan kebanggaan atas diri kita? Ada kalanya kita pesimistis dengan dirinya sendiri. Kita kerap memandang kemulian yang kita miliki. Tapi, maukah kita dimasukan keposisi yang lebih rendah itu?
Saya percaya tak ada yang seorang mengendaki dirinya masuk ke gologan para pesimis. Kita lebih suka menjadi orang yang punya nilai lebih. Sebab, Allah menciptakan kita tidak dengan main-main. Allah menciptak kita sebagai mahluk yang mulia dan sempurna.
Teman, sungguh kita sedang memahat patung kita saat ini. Patung yang seperti apa yang kita buat? Yang kasar atau yang indah dan memancarkan kemulian-Nya? Ketahuilah, patung beniliai mahal yang menjadi hiasan terindah dan bukan patung murah yang layak diletakan ditempat utama.
Jadi, pahatlah dengan halus agar kita bisa ditempatkan ditempat yang terbaik di sisi-Nya. Poleslah setiap sisinya dengan kearifan budi dan kebijakan hati agar memancarkan keindahan, susuri setiap lekuknya dengan kesabaran dan keikhlasan. Pahatan yang kita torehkan saat ini akan menentukan tempat kita diakhirat kelak. Begitulah patung diri anda dengan indah! (SAKSI -edisi no. 8 tahun IV 2002)
0 Tanggapan untuk "Pematung Raja"
Post a Comment