Kasihi Tetangga, Niscaya Keluargamu Terjaga
Monday, May 2, 2011
Tambahkan komentar
Pak Amir (sebut saja begitu), terkejut begitu tiba di rumahnya. Maklum dia bersama keluarganya telah meninggalkan rumahnya selama tiga malam berturut-turut. Pasal keterkejutannya adalah, setelah membuka pintu rumahnya Pak Amir mendapatkan seluruh barang-barang elektronik miliknya telah dinaikkan ke atas meja. Begitupun kasur-kasur dan bantal. Sehingga banjir yang melanda rumahnya dua hari lalu, tidak sampai merusak barang-barang elektronik maupun kasur-kasurnya. Setelah berpikir lama, ia memastikan bahwa tetangga sebelah rumahnyalah yang berbuat demikian. Karena hanya tetangga sebelahnya yang kerap dia titipkan kunci cadangan pintu depan rumahnya.
Penggal cerita di atas menyiratkan hubungan yang baik antara Pak Amir dengan para tetangganya. Ternyata rasa kebersamaan yang tumbuh di antara para warga dimana Pak Amir tinggal, telah melahirkan rasa tanggungjawab pemeliharaaan secara bersama. Tanpa dipesan dan diberitahu, tetangga Pak Amir telah berinisiatif menyelamatkan barang-barang berharga milik Pak Amir dari ancaman banjir.
Ini merupakan salah satu buah dari hubungan bertetangga yang terpelihara dengan baik. Suatu sunatullah yang akan tetap berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Siapa yang berbuat baik pada orang lain, pasti dia akan mendapatkan kebaikan pula. Bahkan mungkin kebaikan yang dia dapat, jauh lebih banyak dari apa yang pernah dia lakukan. Bukankah Allah 'Azza wa Jalla telah berfirman; "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula." (Q.S 55 : 60)
Tatkala kita berbuat baik pada tetangga, maka tak jarang apapun akan dilakukan tetangga kita sebagai wujud solidaritas sejati mereka. Mungkin kita pernah dengar cerita, ada orang yang rela mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan barang-barang milik tetangganya yang tengah dirampok atau dijarah kawanan maling. Solidaritas yang tulus seorang teman atau tetangga, terkadang sulit dipahami dengan logika. Bahwa sekali saja kita berbuat baik pada orang lain misalnya, maka boleh jadi dia akan berbuat baik berlipat kali dari kebaikan yang pernah kita lakukan kepadanya. Inilah wujud solidaritas sejati yang hanya mungkin lahir dari perbuatan baik yang tulus.
Namun sebaliknya, sekali kita cuek atau tak peduli dengan keadaan tetangga kita, maka jangan harap rumah dan anak-anak kita bakalan dijamin aman dari musibah apapun. Tak jarang sebuah keluarga bingung, tatkala harus meninggalkan rumahnya. Lantaran di rumah ada anak-anak kecil, namun pembantu sedang pulang kampung. Sementara saudara atau orang yang diandalkan bisa menjaga anak-anak mereka, juga tidak ada. Biasanya kasus seperti ini sering dihadapi oleh pasangan suami-istri yang sama-sama aktif di luar. Mereka jadi serba salah. Mau dititipkan ke tetangga tidak berani. Apalagi minta tetangga untuk menjaga anak-anak mereka. Lantaran selama ini pasangan suami-istri itu tidak akrab dengan para tetangga mereka.
Dari sini bisa pahami, betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan tetangga. Yang jelas, berbuat baik pada tetangga jauh lebih aman dan lebih murah biayanya ketimbang harus memelihara centeng atau satpam misalnya. Ini kalau kita mau hitung-hitungan dari tinjauan security-cost (anggaran keamanan). Berbuat baik pada tetangga bukan hanya melahirkan rasa sayang dan solidaritas tetangga kita. Lebih dari itu sikap dan perilaku kita yang ramah dan penyantun pada setiap tetangga, akan melahirkan rasa kebersamaan yang kuat. Yakni rasa sama-sama memiliki, rasa sama-sama menjaga, dan rasa sama-sama sepenanggungan terhadap apa yang kita miliki, di antara seluruh anggota warga di mana kita tinggal.
Sebaliknya, sikap tak peduli terhadap tetangga, bukan hanya akan mempersempit dan mempersulit aktivitas kehidupan kita. Namun sikap buruk itu merupakan indikasi tidak berimannya seseorang pada Allah SWT dan Yaumil Akhir.
Tak heran jika dalam salah satu haditsnya Rasulullah saw mewanti-wanti; "Barangsiapa yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia menghormati tetangganya." (HR Bukhori)
Dalam hadits lainnya, Rasul mulia mengingatkan; "Bukan dari golongan kami orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan."
Menyambung hadits di atas, Syeikh Yusuf Qordhowi dalam salah satu fatwanya mengatakan, bahwa "tidak beriman seseorang yang tidak mengayomi dan memberikan rasa aman pada tetangganya."
Penggal cerita di atas menyiratkan hubungan yang baik antara Pak Amir dengan para tetangganya. Ternyata rasa kebersamaan yang tumbuh di antara para warga dimana Pak Amir tinggal, telah melahirkan rasa tanggungjawab pemeliharaaan secara bersama. Tanpa dipesan dan diberitahu, tetangga Pak Amir telah berinisiatif menyelamatkan barang-barang berharga milik Pak Amir dari ancaman banjir.
Ini merupakan salah satu buah dari hubungan bertetangga yang terpelihara dengan baik. Suatu sunatullah yang akan tetap berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Siapa yang berbuat baik pada orang lain, pasti dia akan mendapatkan kebaikan pula. Bahkan mungkin kebaikan yang dia dapat, jauh lebih banyak dari apa yang pernah dia lakukan. Bukankah Allah 'Azza wa Jalla telah berfirman; "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula." (Q.S 55 : 60)
Tatkala kita berbuat baik pada tetangga, maka tak jarang apapun akan dilakukan tetangga kita sebagai wujud solidaritas sejati mereka. Mungkin kita pernah dengar cerita, ada orang yang rela mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan barang-barang milik tetangganya yang tengah dirampok atau dijarah kawanan maling. Solidaritas yang tulus seorang teman atau tetangga, terkadang sulit dipahami dengan logika. Bahwa sekali saja kita berbuat baik pada orang lain misalnya, maka boleh jadi dia akan berbuat baik berlipat kali dari kebaikan yang pernah kita lakukan kepadanya. Inilah wujud solidaritas sejati yang hanya mungkin lahir dari perbuatan baik yang tulus.
Namun sebaliknya, sekali kita cuek atau tak peduli dengan keadaan tetangga kita, maka jangan harap rumah dan anak-anak kita bakalan dijamin aman dari musibah apapun. Tak jarang sebuah keluarga bingung, tatkala harus meninggalkan rumahnya. Lantaran di rumah ada anak-anak kecil, namun pembantu sedang pulang kampung. Sementara saudara atau orang yang diandalkan bisa menjaga anak-anak mereka, juga tidak ada. Biasanya kasus seperti ini sering dihadapi oleh pasangan suami-istri yang sama-sama aktif di luar. Mereka jadi serba salah. Mau dititipkan ke tetangga tidak berani. Apalagi minta tetangga untuk menjaga anak-anak mereka. Lantaran selama ini pasangan suami-istri itu tidak akrab dengan para tetangga mereka.
Dari sini bisa pahami, betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan tetangga. Yang jelas, berbuat baik pada tetangga jauh lebih aman dan lebih murah biayanya ketimbang harus memelihara centeng atau satpam misalnya. Ini kalau kita mau hitung-hitungan dari tinjauan security-cost (anggaran keamanan). Berbuat baik pada tetangga bukan hanya melahirkan rasa sayang dan solidaritas tetangga kita. Lebih dari itu sikap dan perilaku kita yang ramah dan penyantun pada setiap tetangga, akan melahirkan rasa kebersamaan yang kuat. Yakni rasa sama-sama memiliki, rasa sama-sama menjaga, dan rasa sama-sama sepenanggungan terhadap apa yang kita miliki, di antara seluruh anggota warga di mana kita tinggal.
Sebaliknya, sikap tak peduli terhadap tetangga, bukan hanya akan mempersempit dan mempersulit aktivitas kehidupan kita. Namun sikap buruk itu merupakan indikasi tidak berimannya seseorang pada Allah SWT dan Yaumil Akhir.
Tak heran jika dalam salah satu haditsnya Rasulullah saw mewanti-wanti; "Barangsiapa yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia menghormati tetangganya." (HR Bukhori)
Dalam hadits lainnya, Rasul mulia mengingatkan; "Bukan dari golongan kami orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan."
Menyambung hadits di atas, Syeikh Yusuf Qordhowi dalam salah satu fatwanya mengatakan, bahwa "tidak beriman seseorang yang tidak mengayomi dan memberikan rasa aman pada tetangganya."
0 Tanggapan untuk "Kasihi Tetangga, Niscaya Keluargamu Terjaga"
Post a Comment